(0271) 625546
03 April 2023
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yoh 8: 31-32)
Tidaklah mudah menyamakan persepsi. Terbukti manusia sering berselisih tentang apa saja. Banyak yang berasumsi bahwa perselisihan itu ada karena memang kodrat manusia berbeda. Dari bakat, kemampuan bertindak, kecerdasan, hingga selera. Namun di balik semuanya itu, sejatinya perselisihan selalu dipertajam dengan adanya ego. Dengan dominasi ego, maka semua perbedaan cenderung memunculkan persoalan dan perpecahan.
Seperti banyak orang Yahudi di masa itu yang tidak mau menerima perkataan Yesus karena egonya. Sejak semula mereka menutup hati dan menaruh dengki kepada Yesus. Mereka menolak kebenaran yang disampaikan Yesus dengan membanggakan klaim yang membenarkan diri sebagai anak Abraham. Dengan merasa dirinya benar, mereka selalu berupaya menemukan alasan untuk menyalahkan dan membenci. Puncaknya, mereka ingin membunuh Yesus. Maka jelas bahwa kesulitan besar orang-orang Yahudi dalam menerima Yesus adalah bentuk nyata dari ego yang merusak. Tidak hanya bisa menjauhkan seseorang dengan sesamanya, ego rupanya membuat seseorang tertutup dari kebenaran Allah.
Barang kali, hingga kini upaya untuk mengatasi ego dalam diri adalah salah satu pekerjaan yang sukar sebagai murid Yesus. Karena untuk bisa mengatasi ego, diperlukan kesediaan untuk mau merendahkan hati keterbukaan diri pada bimbingan Allah. Hal inilah yang dilupakan oleh orang Yahudi. Mereka hanya menyombongkan identitasnya sebagai anak Abraham yang terpilih, tanpa menyadari makna dari keterpilihan itu. Sehingga bukannya menerima apa yang menjadi firman Allah, mereka justru menolak dan membenci Yesus, Sang Firman itu sendiri.
Oleh sebab itu, jangan sampai ego menjadikan kita orang yang sombong dan tertutup. Sebagai murid Yesus, marilah senantiasa belajar untuk semakin terbuka dan mau menerima sapaan Allah. Supaya setiap kebenaran yang kita terima dapat menjadikan kita mampu untuk menghayati dan mengalami kasih Allah di berbagai situasi. Hingga pada gilirannya, ketika dipanggil untuk bersaksi, kita dapat bekerja bersama dan menyatukan hati untuk ambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan yang dikehendaki Allah.
Pdt. Hizkia Fredo V., S.Si., M.Fil.