(0271) 625546
17 Juni 2024
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Sekali lagi sangat tampak bahwa Paulus memiliki kedekatan yang khusus dengan jemaat di Efesus. Pun bisa dilihat betapa perpisahan Paulus dengan para pelayan-pelayan di Efesus begitu emosional dan mengharukan. Bukan hanya karena ikatan persaudaraan murid-guru, namun ikatan itu diperkuat dengan kebersamaan mereka dalam menghadapi berbagai persoalan yang berat. Dan dengan haru Paulus mengucapkan kata-kata perpisahan sebab ia melihat bahwa kecil kemungkinan mereka akan bertemu kembali (ay.25).
Lalu secara khusus Paulus menyebut dirinya sebagai “tawanan Roh”, sehingga apapun yang dilakukan dan kemanapun ia pergi, ia hanya berpegang pada kehendak Roh. Tentu Roh yang dimaksud adalah Roh Kudus yang memberi petunjuk dan kuasa kepadanya. Hal ini merupakan hal yang penting untuk direnungkan, karena bagaimana pun juga segala yang Paulus lakukan bukan semata-mata kemauan pribadinya. Kesadaran sbeagai tawanan Roh mendorong dia untuk melakukan setiap tugas dan tanggung jawabnya, terlepas setiap resiko dan konsekuensi yang tidak jarang membahayakannya. Maka, bila Paulus menyatakan bahwa dirinya bahkan tidak menghiraukan nyawa atau keselamatannya (ay. 24), hal itu didasari oleh penghayatan akan tugas dan tanggung jawab yang sudah diterimanya sebagai rasul. Oleh sebab itu, barang kali Paulus melihat bahwa menyelesaikan tugas pewartaan Injil kasih Karunia Allah jauh lebih utama daripada keselamatan dirinya.
Tentu tidaklah mudah menjalani seperti Paulus yang menyebut diri sebagai tawanan Roh. Kata dedemenos dari kata dasar deo yang diterjemahkan sebagai tawanan, juga memiliki arti sebagai terikat atau terbelenggu yang seolah-olah memunculkan keterpaksaan. Padahal hal ini tentu berbeda dari kerasukan (echo), yang umum dipakai untuk menyebut pengaruh roh pada diri seseorang yang berakibat hilangnya kesadaran dan kontrol diri. Kata tertawan lebih hendak menunjukkan sebuah kondisi kesadaran dan kehendak untuk melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, hidup oleh Roh mungkin juga melibatkan kesadaran akan pilihan, bahkan logika, yang lebih tepat bila kita maknai sebagai komitmen. Di sinilah bentuk tanggung jawab Paulus dalam pelayanan lalu dapat dimaknai sebagai komitmen daripada keterpaksaan.
Dengan demikian, dalam laku menyambut Pentakosta, kita dihantar untuk memahami cara kerja Roh yang bisa membuat kita tertawan, untuk mengingat bertanggung jawab dan komitmen dalam melayani Kristus, sebagaimana sudah diteladankan Paulus.
Pdt. Hizkia Fredo V., S.Si., M.Fil.