(0271) 625546
08 Juli 2024
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Di dalam tradisi gereja katolik, ada sebuah devosi yang biasa dilakukan untuk menyambut pentakosta. Devosi tersebut diwujudkan dengan doa novena yang dilakukan selama Sembilan hari sebelum hari pentakosta. Hal itu dimaksudkan untuk menghantarkan umat pada penghayatan akan penantian dan pembelajaran tentang karunia Roh Kudus. Makna dari bilangan sembilan itu dipahami berdasarkan sembilan anugerah roh yang diajarkan rasul Paulus dalam Surat Galatia 5: 22-23a, yang sering disebut juga dengan buah-buah roh untuk direnungkan satu per satu. Yakni kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabarab, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Maka, di hari ini, umat katolik menghayati yang terakhir tentang penguasaan diri.
Ketika kita menyimak peristiwa Pentakosta pada bacaan kali ini, kita dapat melihat bahwa dampak dari anugerah roh kudus pada diri para murid begitu luar biasa. Selain mereka dimampukan untuk melakukan hal-hal ajaib, dengan berkata-kata dalam berbagai bahasa misalnya, mereka juga mendapat keberanian yang luar biasa untuk mulai melakukan karya secara terbuka kepada banyak orang. Hal ini penting untuk direnungkan bersamaan dengan kesembilan buah-buah roh tadi.
Sebab suatu karya yang baik tidak lepas dari sifat-sifat yang melandasinya. Karena bisa saja suatu perbuatan dimaknai atau dipahami orang lain dengan berbagai cara dan penilaian. Maka tidak heran bila pada akhir perikop tadi kita dapati, di samping ada orang yang kagum ada orang yang menyindir. Hal ini bisa dimaklumi, bahwa ketika menyaksikan reaksi para murid yang berbicara (laleo) dengan logat (glossa) dan bahasa (dialektos) yang mungkin tidak dimengerti juga. Itulah sebabnya ada yang menyangka mereka sedang mabuk oleh anggur manis. Meskipun, bagi mereka yang mengerti kata-kata para murid pun kagum karena para murid berkata-kata tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.
Maka, selain bagaimana Allah bisa memilih dan memberikan anugerah kepada siapa saja, ada perkara lain yang menyertai hal itu. Yakni keterbukaan pada pengertian dan pemahaman orang atas tindakan. Karena bukan tidak mungkin, kesalahpahaman terjadi dikarenakan cara interpretasi dan keterbatasan pengartian yang berbeda. Maka, perenungan tentang pengendalian diri sebagaimana diajarkan Paulus patut menjadi hal yang dihayati. Supaya setidaknya kesalahpahaman tidak selalu terjadi hanya karena memaksakan sebuah pengertian tanpa melihat kapasitas orang lain untuk mengerti.
Pdt. Hizkia Fredo V., S.Si., M.Fil.