(0271) 625546
05 Maret 2023
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Umat Allah terkasih,
Beriman di tengah Krisis, itulah tema permenungan firman kita saat ini. Mari kita mencari definisi 2 kata utama dari tema kita yaitu Iman dan Krisis. Iman dalam bahasa Ibrani dari kata emunah yang berarti aman, dan satu akar kata juga dengan kata amin yang berarti pasti. Iman dalam Perjanjian Baru, Alkitab bahasa Yunani dari kata pisteo/pistin yang berarti menaruh percaya. Jadi Iman dapat diartikan menaruh percaya karena adanya rasa aman dan pasti. Sedangkan kata krisis berasal dari bahasa Yunani κρίσις - krisis atau kemelut yaitu setiap peristiwa yang sedang terjadi (atau diperkirakan) mengarah pada situasi tidak stabil dan berbahaya yang memengaruhi individu, kelompok, komunitas, atau seluruh masyarakat.
Dari arti kedua kata itu sebenarnya kita tidak bisa menaruhnya menjadi satu, sebab bertentangan. Namun mari kita lihat keadaan iman yang ditumbuhkan di tengah krisis. Krisis sosial dan ekonomi global masih sedang dan akan terjadi di dalam tahun ini. Sejak pandemi Covid 19 menghantam di tahun 2020 dan imbasnya sampai kini, semua bangsa di dunia bergulat untuk survive dari krisis multi dimensi. Pemerintah Indonesia sendiri mengangkat jargon, "Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat" pada HUT RI ke 77 di tahun 2022. Melalui jargon itu harapannya adalah: setelah usai dihantam pandemi maka bangsa Indonesia akan menyongsong kehidupan dengan harapan yang lebih baik ke depan. Namun, selang beberapa saat kemudian, presiden Joko Widodo dalam sebuah pernyataannya memprediksi ke depan di tahun 2023 "Gelap". Pernyataan Presiden itu dinilai dari beberapa faktor seperti resesi ekonomi global, konflik Rusia-Ukraina yang belum selesai, krisis energi dan pangan akibat dampak konflik Rusia-Ukraina, juga kondisi dalam negeri kita persoalan politik menuju Pilpres 2024 dan lainnya.
Antara Harapan dan Kenyataan masih dalam keadaan yang tak menentu. Apa yang terjadi di dunia global dan nasional, juga berimbas dalam dunia domestik yaitu rumah tangga kita masing-masing. Usaha yang lesu, pendapatan dan kebutuhan kadang tak berimbang, suami istri saling menuntut, orang tua yang ruwet pikiran membuat relasi yang rentan konflik kepada anak, dan akhirnya juga kelesuan gairah untuk beribadah. Hal-hal itu membuat masyarakat, gereja, dan rumah tangga pribadi juga mengalami krisis dan bertanya, "kapan yah semua membaik?".
Umat Allah terkasih,
Bacaan firman kita saat ini merupakan kisah-kisah anak manusia menjalani hidup yang penuh krisis. Mereka bergulat dengan pergumulannya masing-masing. Bacaan pertama kita berkisah soal Abram dipanggil Allah memasuki rencana-Nya. Kita mungkin bertanya dimana situasi krisisnya? Mari bayangkan, seandianya Anda hidup di tengah keluarga, relasi yang nyaman dan dekat dengan keluarga, pekerjaan menetap dengan penghasilan berlimpah, semua fit and settle. Tiba-tiba, semua harus ditinggalkan karena kepada Anda dijanjikan adanya kelimpaian hidup di tempat lain. Semua kenyamanan dan kelimpahan saat ini harus ditinggal karena Anda harus menuju tempat itu, sementara di mana lokasi itu Anda tidak tahu.
Kita bisa membayangkan bagaimana keadaan Abram ketika menceritakan panggilan Allah itu kepada istrinya, ibunya, dan seluruh anggota keluarganya. Guncangan pribadi dan keluarga besar atas datangnya panggilan tak biasa itu tentu ada. Belum lagi jika saat Abram mengiyakan panggilan itu, muncul hinaan dan ejekan sebab suara Tuhan itu tidak di dengar dan dimengerti orang lain. Dalam keadaan itu, krisis sangat mungkin terjadi.
Mazmur 121 juga dalam konteks yang hampir sama dengan peristiwa Abram. Mazmur ini adalah Mazmur ziarah. Mazmur ziarah ini dinyanyikan atau menceritakan tentang perjalanan yang ditempuh umat menuju Bait Suci di Yerusalem. Pada momen besar seperti Paska (Pesakh), Pentakosta (Shavuot), dan Pondok Daun (Sukkot) biasanya orang Yahudi dari berbagai tempat terpanggil untuk berkumpul dalam festival besar keagamaan di Yerusalem. Perjalanan kemudian harus ditempuh ratusan dan ribuan mil. Jangan kita membayangkan perjalanan itu dapat ditempuh dengan bus, kereta api, pesawat, dengan prasarana lalulintas memadai, dan akomodasi yang lengkap. Perjalanan itu dicapai dengan cara yang berat dan meninggalkan kenyamanan.
Konteks dari Bacaan Injil Yohanespun berhadapan dengan sebuah krisis identitas bangsa yang dialami Israel. Menjadi bangsa yang berkali-kali menjadi koloni bangsa asing tentu tidak membuat nyaman bangsa Israel. Gerakan-gerakan mesianik pada awal abad masehi bermunculan untuk memenuhi nubuatan nabi-nabi Perjanjian Lama tentang datangnya sosok Mesias pembebas umat. Di tengah munculnya gerakan mesianik, muncul juga gerakan kemuridan Yesus. Apakah Yesus adalah sosok mesias yang dinantikan itu? Apakah kehadiran Yesus dapat menjadi jawaban dari krisis yang ada? Itulah mungkin pertanyaan-pertanyaan yang sedang digumulkan oleh Nikodemus ketika dirinya hendak menemui Yesus.
Nikodemus adalah seorang Pemimpin Agama Yahudi yang dikenal dengan sebutan Sanhedrin. Sanhedrin adalah kelompok 71 orang yang dituakan. Mereka memiliki kedudukan penting untuk memutuskan perkara agama dan biasanya juga politik. Dia duduk dalam Sanhedrin mungkin saja mewakili mazhabnya yaitu Farisi. Artinya Nikodemus bukan seorang sembarang baik secara mazhab dan juga predikat sosialnya.
Sebagai seorang pemimpin Agama Yahudi, ia merasakan sebuah keresahan batin. Pergumulan tentang pengharapan mesianik yang mempengaruhi banyak orang dan juga dirasakannya. Pengharapan mesianik ini berkaitan dengan nubuatan para nabi akan datangnya Mesias di tengah Israel. Ia akan datang dan memulihkan Kerajaan Daud. Dan, pengharapan ini makin nyata pada masa awal Abad Masehi di Israel yang ditandai dengan kemunculan banyak gerakan mesianik dengan tokoh-tokohnya.
Dari ciri-ciri dalam masyarakat kala itu, Yesus dan kelompok kemuridan-Nya dapat diklasifikasikan dalam gerakan mesianik. Namun ada hal berbeda dengan gerakan Yesus. Rupanya gerakan itu menarik perhatian yang kemudian membuat Nikodemus terpikat dan ingin mengetahui lebih. Tindakan Nikodemus mengunjungi Yesus pada waktu malam menjadi langkah berani yang dia lakukan. Hal ini disebabkan karena pada masa itu sikap sebagian mazhab Farisi adalah menolak pengajaran dan kelompok kemuridan Yesus.
Percakapan dimulai pengakuan Nikodemus terhadap siapa diri Yesus yaitu Rabi (artinya guru), Utusan Allah (dapat diartikan sebagai fungsi Kenabian Yesus), Tanda (mujizat). Hal pengakuan ini diterima Yesus. Dari percakapan itu Yesus segera melarikan pembicaraan kepada Kerajaan Allah. Sikap Yesus ini dengan sengaja dilakukan untuk menganulir jalan pikiran Nikodemus yang memahami pengharapan mesianik ini bersiafat politis dan dalam scope lokal semata, yaitu soal pemulihan Kerajaan Israel selayaknya masa Daud.
Yesus mengajak Nikodemus melihat secara universal dan holistik soal penggenapan nubuatan Mesianis. Kedatangan Mesias adalah melaksanakan rekonsiliasi hubungan antara Allah dan dunia melalui diri-Nya. Itulah berita berita Yohanes 3: 16-17, mesias itu, Sang Anak yang diberikan Allah menjadi jalan damai dan bukan mendatangkan hukuman. Dengan pemulihan hubungan Allah dan dunia (baca: rekonsiliasi) maka Israel pulih. Bahkan bukan hanya Israel, melainkan seluruh dunia ini akan dipulihkan. Kondisi pulihnya dunia ini adalah sebuah realita Kerajaan Allah, dimana Allah memerintah dan kedaulatan-Nya melingkupi seluruh ciptaan-Nya.
Hal yang dijelaskan Yesus memang sulit dipahami oleh Nikodemus. Penyebabnya adalah karena ia memiliki pemahaman awal seperti pokok pikiran kebanyakan orang Israel. Kepada Nikodemus, Yesus memberikan jawab tentang ajaran kelahiran kembali. Kelahiran jasmani (Yunani: sarx) dari rahim ibu membawa tabiat keberdosaan, namun kelahiran kembali artinya dilahirkan dari Allah dalam Roh (Yunani: pneuma). Lahir kembali membawa seorang bisa melihat Allah dan realita Kerajaan Allah dengan cara baru yang sulit dipahami secara manusiawi. Kerajaan Allah itu bukan soal pembebasan kolonialisasi asing, namun tindakan rekonsiliasi Allah dan Dunia yang mendatangkan pemulihan. Bagian dari kisah ini yang menjadi menarik adalah ketika Nikodemus dibawa Yesus melengkapi sisi pengertian dengan percaya (pistis) dalam ayat 10-12, 16, 18. Dalam Percaya seseorang akan menerima pengertian utuh akan karya kasih Allah yang menyelamatkan, mengutuhkan dan memulihkan.
Umat Allah terkasih,
Dengan percaya atau beriman maka semua janji Allah dapat dialami. Pengalaman akan Allah akan membuat kita memasuki setiap krisis dalam naungan Tuhan. Itulah yang terjadi dalam kisah Abram karena ia menaruh iman/percayanya kepada Allah. Kepada Abraham dikaruniakan berkat. Hal itu dinyatakan dalam Roma 4:18, “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu”. Dan lihatlah hasil dari iman percaya Abraham telah menunjukkan kenyataanya. Mungkin ketika kita membaca Mazmur 121: 1 muncul sebuah pertanyaan yang menunjukkan kegelisahan dan krisis. Pemazmur bertanya,“Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?”. Dari pertanyaan itu sepertinya pemazmur mengalami pergumulan batin. Namun ternyata pertanyaan itu tidak berhenti di sini sebab pertanyaan itu disusul dengan pernyataan pada ayat 2. Ayat itu merupakan sebuah ungkapan pengakuan percaya, “Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi”. Berangkat dari pengalaman itu, pemazmur menceritakan bagaimana bukti Tuhan tempat mereka menaruh percaya itu membuktikan diri-Nya sebagai Penjaga umat-Nya yang tidak pernah lalai dan tertidur. Ia adalah Allah yang menyertai kehidupan umat-Nya dalam segala keadaan.
Pada minggu pra paska kedua ini, firman Tuhan menyapa kita agar tetap beriman meski di tengah krisis. Maukah kita, anda dan saya, menaruh iman percaya dalam keadaan krisis hidup? Bukalah hidup agar mengalami dan merasakan cara Tuhan bertindak menyelesaikan segala perkara. Dengan pertolongan Allah, semoga firman ini dapat kita hidupi. Amin.