(0271) 625546
26 Maret 2023
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Siapa yang tidak lelah dengan pemberitaan tentang berbagai macam persoalan dalam kehidupan manusia. Setiap hari kita disuguhkan dengan pemberitaan tentang perang, tentang krisis sosial kemanusiaan, krisis ekonomi, krisis ekologi, dan berbagai hal lainnya. Tentu yang kita inginkan adalah setiap waktu kita mendengar berita yang baik, berita yang menyenangkan di telinga kita, sesuatu yang penuh damai.
Schopenhauer memiliki pandangan bahwa keinginan manusia sebenarnya adalah sebuah kesia-saian, tidak logis, tanpa pengarahan dengan keberadaan juga dengan seluruh tindakan.
Tentu tidak semua orang setuju dengan pendapatnya. Nyatanya masih banyak orang yang mengharapkan kehidupan yang lebih baik, lebih damai, lebih sejahtera, lebih bersih, lebih terawat, dan sebagainya. Bukan hanya memimpikannya, namun juga sudah bergerak untuk mewujudkannya. Walau sudah banyak juga yang lelah dan menyerah karena tak kunjung ada perubahan nyata dan kemudian mulai apatis, bahkan tidak lagi berpengharapan.
Kondisi yang tanpa pengharapan juga dihadapi oleh Bangsa Yehuda, yang mana oleh para nabi telah dinubuatkan akan dibawa ke pembuangan. Yehezkiel sendiri selain menjadi salah satu nabi yang menubuatkannya, juga telah menjadi saksi peristiwa pembuangan itu. Ia juga turut serta diangkut dalam rombongan kedua, setelah sebelumnya para pemuda terbaik sudah digiring ke Babel untuk menjadi budak pekerja. Lebih mengenaskan lagi ketika kemudian Nebukadnezar menghancurkan Yerusalem dan Bait Allah, serta mengangkut sebagian besar orang Yahudi yang masih hidup ke Babel. Semua pengharapan sudah sirna, nubuat manis akan kehidupan yang baik dari para nabi palsu dan semua usaha nasionalisme para pejuang tidak terbukti. Mereka kalah, mereka hancur, mereka terbuang. Tidak ada kebanggaan, tidak ada harapan.
Namun dalam bacaan kita di Yehezkiel 37:1-14, kita menemukan bahwa sebenarnya kasih setia Allah tidak berubah. Ia berkenan untuk menolong dan menyelamatkan. Ia hendak membangkitkan bangsa yang telah kering tulangnya itu. Bangsa yang sudah kehilangan pengharapan akan dibangkitkan Tuhan. Ia hendak memulihkan dan mengumpulkan mereka kembali ke tanah mereka. Hal ini digambarkan seperti tulang-tulang yang dihidupkan kembali oleh sabda Tuhan yang disampaikan Yehezkiel. Bukan hanya itu, Tuhan hendak memberikan Roh-Nya ke dalam mereka, sehingga mereka mengenal Tuhan Sang Pemilik Kehidupan. Tuhan menjanjikan kehidupan yang baru, kehidupan yang berpengharapan.
Jelas bahwa kehidupan semacam itu hanya bisa diberikan oleh Tuhan. Karena kenyataannya keberdosaan manusia tidak akan membawa kepada kehidupan yang berpengharapan itu. Manusia perlu memintanya kepada Tuhan Sang Pemilik Kehidupan. Manusia perlu meminta pengampunan-Nya, seperti yang Pemazmur nasihatkan, “Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan. Dialah yang akan membebaskan Israel dari segala kesalahannya.” (Mazmur 130:7,8)
Dalam penghayatan iman kita kepada Tuhan, kita menyadari bahwa segala kondisi kehidupan yang tidak baik itu tercipta oleh keberdosaan manusia. Dalam keberdosaan sebenarnya manusia sedang menjalani hidup tanpa pengharapan. Karena kita tahu bahwa di akhir kehidupan manusia, maut sudah menanti. Semua capaian, semua usaha, semua harapan akan sirna jika sampai akhir hidup, kita tidak menerima kasih karunia Tuhan. Jelas sekali Paulus menunjukkan bahwa kehidupan dalam daging hanya akan menuju kebinasaan. Memang tidak mungkin bagi manusia, ketika ia masih menjadi seteru Allah, masih di dalam kondisi tidak selamat, masih dalam keberdosaan. Satu-satunya jalan adalah memohon belas kasihan Sang Pemilik Kehidupan, agar Tuhan berkenan menolong. Hanya dengan memiliki Roh Kristus, seseorang dapat mengalami kehidupan yang baru, kehidupan yang berpengharapan. Paulus menyebutnya hidup oleh keinginan Roh.
Maka dari sini kita belajar 2 hal penting tentang Allah. Yang pertama, bahwa Ia penuh kasih setia sehingga Ia akan menolong dan membebaskan kita dari kehidupan yang tidak berpengharapan. Dan yang kedua, Ia berkuasa, Dialah Sang Pemilik Kehidupan yang mampu untuk menolong dan membebaskan kita dari kehidupan yang tidak berpengharapan itu. Artinya Dia mau dan mampu.
Hal ini nampak jelas dalam peristiwa Yesus membangkitkan Lazarus. Tindakan Tuhan Yesus menunjukkan bahwa diri-Nya penuh kasih setia dan Ia juga berkuasa atas kehidupan. Penundaannya datang kepada Lazarus tentu bukan karena menganggap remeh kehidupan Lazarus. Kita meyakini bahwa Yesus hendak menyatakan diri sebagai Allah Yang Maha Kuasa. Setelah lewat beberapa hari kematian, orang Yahudi baru meyakini bahwa seseorang benar-benar mati, bukan sekedar mati suri. Hal ini tidak berlaku bagi Sang Pemilik Kehidupan. Ketika Ia menghendaki untuk membangkitkan, maka kondisi mustahil seperti apapun, bahkan mati sekalipun tidak bisa menghalangi kehendak-Nya itu.
Di satu sisi, Yesus juga digerakkan oleh belas kasihan yang tulus. Menarik bahwa masygulnya hati Yesus adalah ketika berjumpa dengan Maria. Bukan berarti juga bahwa Marta tidak penting atau tidak dikasihi. Namun yang membedakan keduanya adalah karena iman dan pengharapan Maria yang sepenuhnya kepada belas kasihan Kristus. Ia menanti-nanti perjumpaan dengan Kristus, karena ia yakin hanya dengan perjumpaan dengan Kristus itulah akan datang pertolongan dan kehidupan
Sekarang bagaimana kita akan menyikapi kehidupan kita? Apakah sikap apatis terhadap situasi di dunia ini sudah benar? Apakah kita merasa gagal ketika sudah mengupayakan rekonsiliasi tetapi belum terlihat hasilnya? Memang nampaknya seperti tanpa harapan jika kita melihat betapa berdosanya manusia. Betapa sulitnya dan bahkan hampir mustahil mengubah perilaku buruk manusia yang telah menciptakan berbagai kerusakan. Namun sikap apatis bukanlah solusi. Sebagai orang beriman kita masih memiliki harapan. Perjumpaan dengan Kristus akan membuat kita memperoleh pertolongan. Harapan kepada Kristus bukanlah harapan palsu, sebab oleh karena kasih dan kuasa-Nya, Ia mau dan mampu menolong kita.
Yang menjadi penting sekarang adalah bagaimana kita bangkit dari kehidupan yang tanpa harapan menjadi kehidupan yang berpengharapan. Sikap hidup yang memiliki pengharapan ditunjukkan dengan berani bertindak dan terus mau berjuang. Dengan dasar kasih yang tulus dan pengharapan akan kehidupan yang lebih baik, beranilah mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan! Beranilah menyerukan kebenaran dengan cara yang benar pula! Beranilah menyatakan sikap terhadap ketidakadilan, kekerasan, ketidakmanusiawian!
Terlalu egois jika kita hanya diam dan apatis, bahkan meskipun kita tahu semua akan menuju kebinasaan dan semua yang tidak kekal di dunia ini pasti akan berakhir. Dengan turut berkarya dan berharap, kita sedang mengajawantahkan kasih dan kuasa Tuhan melalui kehidupan kita. Biarlah dunia menjumpai Kristus melalui hidup kita, supaya tumbuh harapan baru akan kehidupan yang baru.
Kiranya kehadiran kita dapat membuat orang merasakan kehadiran Kristus. Ketika kita melihat saudara-saudari kita yang lelah dan menyerah dengan berbagai bentuk krisis dalam kehidupannya, maka sediakanlah diri untuk mendengar. Berilah penguatan dan kata-kata harapan, sehingga tulang-tulang kering bisa bangkit menjadi pasukan yang siap menghadapi kembali kehidupan. Ketika ratapan dan tangis terdengar dari saudara-saudari kita, datanglah dan bertindak, menghadirkan solusi & menyatakan kasih.
Pada akhirnya marilah dengan mendasarkan kehidupan kita pada pengharapan akan kasih dan kuasa Tuhan yang pasti memelihara kehidupan, kita bangkit dan menghadirkan harapan bagi dunia ini, menjadi jalan rekonsiliasi, dan dengan berbagai daya upaya berani menyatakan kasih dan menghadirkan kedamaian. Amin