(0271) 625546
02 April 2023
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Umat yang dikasihi Tuhan,
Dalam Pengakuan Iman Rasuli, terdapat satu bagian dengan bunyi: “Dan menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus....”. Ungkapan itu kita ucapkan di dalam ibadah Minggu. Karena diucapkan secara rutin, bisa jadi kita kehilangan makna di balik ungkapan itu.
Pontius Pilatus adalah Gubernur Yudea, Samaria, dan Idumea, yang pada tahun 26-36 M ada di bawah kekuasaan Kerajaan Roma. Yonky Karman dalam buku berjudul “Runtuhnya Kepedulian Kita” menyebut bahwa Pilatus adalah sosok penguasa pragmatis. Kepemimpinan model ini adalah kepemimpinan tanpa visi. Ia berusaha menyelesaikan setiap masalah secepatnya dengan risiko serendah-rendahnya.
Umat yang dikasihi Tuhan,
Tindakan menyelesaikan masalah dengan cara cepat dilakukan oleh Pontius Pilatus saat ia menghadapi para pemimpin agama Yahudi dan massa yang besar. Mereka memaksa Pilatus agar menyalibkan Yesus. Mereka telah mengunci Pilatus dengan ancaman massa dan huru-hara besar jika keinginan mereka tidak dikabulkan.
Pilatus takut kepada Yesus, tetapi dia lebih takut lagi kepada orang banyak. Maka dia bertanya, akankah rakyat menerima pembebasan dan pengampunan bagi Yesus Kristus? Rakyat menolak. Mereka memilih Roma membebaskan Yesus Barabas, seorang pembunuh yang memiliki nama yang sama dengan Kristus. Yesus Barabas (Barabas: anak dari sang bapa) adalah seorang pemberontak dan penjahat keji. Rakyat lebih memilih pembunuh keji daripada Yesus, Sang Penyembuh! Pembunuh lebih mereka sukai daripada Pemberi Hidup!
Pilatus menjadi begitu terdesak. Dia berusaha sangat giat untuk membebaskan Yesus yang benar, sedangkan seluruh orang Yahudi berteriak dengan sangat keras untuk membunuh Yesus. Ketika seruan dan desakan rakyat banyak sudah semakin memanas dan mulai di luar kendali, maka Pilatus terpaksa menjatuhi hukuman mati kepada Yesus. Tetapi, sebelum dia menyerahkan Yesus untuk dibunuh dengan salib, dia menyatakan dirinya tidak bersalah dengan mencuci tangannya di depan orang banyak. Dia mau mendeklarasikan bahwa Yesus benar, dan ketidakadilan serta kematian Orang Benar ini tidak ditanggungkan kepada dirinya.
Orang banyak menyatakan dan mengatakan bahwa kutuk atas darah Yesus akan ditanggung oleh mereka dan anak-anaknya. Luapan amarah dan kebencian rakyat itu sangat mengerikan. Mereka menutup mata dan telinga mereka dan terus berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Mereka tidak mau mendengar pembelaan, bukti-bukti yang mungkin menyatakan kesalahan mereka, atau apa pun juga. Mereka hanya mau satu hal: Yesus tergantung di kayu salib sampai mati!
Pilatus mencerminkan tipe pemimpin yang cari aman. Pada awalnya, Pilatus berupaya menjadi mediator yang baik untuk menyelesaikan persoalan internal antara Yesus dan para imam kepala serta tua-tua Yahudi (11, 13, 17, 21-23). Ketika melihat perubahan kondisi dan emosi massa yang makin lama semakin meninggi, belum lagi diperparah oleh provokasi para elite agama Yahudi yang memakai isu penistaan agama sebagai dalil hasutan (20, 23, 25), Pilatus memilih cuci tangan dan mengorbankan Yesus (24, 26). Pilatus adalah orang cerdas dan ia tahu bahwa pokok pertikaian para pemimpin agama Yahudi dengan Yesus disebabkan oleh rasa dengki (18). Lagi pula Pilatus telah diperingatkan oleh istrinya terkait perkara itu (19).
Pilatus bukan tidak tahu secara teori dan praktik menjadi pemimpin yang adil dan bijak. Ia memilih berpikir pragmatis karena tugas utamanya sebagai gubernur Yudea adalah menstabilkan daerah kekuasaannya agar masyarakat Yahudi tidak memberontak terhadap pemerintahan Romawi. Karena itu, ia memilih tidak turut campur tangan dalam pertikaian internal bangsa Yahudi (24). Untuk menarik simpati hati rakyat Yahudi, Pilatus menawarkan opsi antara Barabas dan Yesus (15-17, 20-23). Bagaimana pun tindakan Pilatus memperlihatkan dirinya dengan sengaja melepaskan tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Di titik inilah, ia dinilai sebagai pemimpin yang cari aman.
Umat yang dikasihi Tuhan,
Melalui teks Injil di atas, kita menjumpai model kepemimpinan mana yang sesuai dengan gerak Yesus dan mana yang sebaliknya. Tuhan Yesus tetap pada tekad-Nya meski di berada di tengah tekanan internal maupun eksternal. Dengan cara itulah Tuhan Yesus mewujudkan pemulihan atas kehidupan. Seandainya Ia cari aman, semua rencana-Nya gagal. Itulah gerak Yesus.
Umat yang dikasihi Tuhan,
Di Minggu pra-paska ke enam ini kita menghayati dan meneladani Yesus yang berani membayar harga dengan rela berkorban demi rekonsiliasi yang sejati. Teladan Yesus ini adalah langkah yang harus diterapkan oleh semua orang percaya dan gereja. Di tengah pergumulan kehidupan, rela berkorban dan bukan rela mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri adalah prinsip yang utama. Beranilah mengatakan TIDAK dan bertindak TIDAK menghalalkan segala cara demi mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Semoga teladan Tuhan Yesus menjadi tindakan kita semua. Amin.