(0271) 625546
18 September 2023
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Dalam tradisi Alkitab, sosok Melkisedek penting. Dalam tradisi kekristenan, dari sosok Melkisedek lah gagasan tentang imamat am itu berakar. Pada teks yang kita simak kali ini, ada hubungan yang perlu untuk diperhatikan guna menambah wawasan kita tentang akar sejarah tradisi iman tentang kedudukan pemimpin, raja dan imam, yang kadang ujug-ujug disematkan pada diri Yesus seperti di dalam Surat Ibrani.
Nama Melkisedek berasal dari kata malek (raja) dan tsadeq (kebenaran). Keduanya dieja dalam arti “Rajaku adalah kebenaran.” Dan dalam kisah kali ini, Melkisedek menduduki peran sebagai raja dan imam dari wilayah Salem, cikal bakal nama Yerusalem. Dalam cerita kita dapati bahwa Melkisedek bisa memberkati Abram, dan Abram pun memberikan persembahan persepuluhan kepadanya. Di sinilah asal dari praktik pemberian berkat dan persembahan yang kita warisi bermula, di mana hanya imam yang bisa memberikan berkat dan menerima/ mengelola persembahan persepuluhan.
Dari sinilah mengapa catatan sejarah dari kitab Kejadian ini penting, karena kita bisa melihat akar dari tradisi imamat dalam agama Yahudi terbentuk, utamanya tentang peran imam bagi suatu bangsa. Abram, meski adalah pemimpin yang kuat, rupanya tetap menunjukkan penghormatannya kepada Melkisedek. Padahal, dalam peperangan kuno, pemimpin yang menang sebenarnya bisa dan berhak untuk menguasai milik raja yang kalah. Namun dalam hal ini, penghormatan Abram menunjukkan etika dan spiritualitas yang matang sebagai seorang pemimpin terhadap wibawa imamat pada diri Melkisedek.
Praktik tersebut berkembang di dalam perjalanan sejarah kerajaan Israel, dan terbentuklah pembangian peran yang jelas antara imam dan pemimpin/ raja. Maka di satu sisi, raja tidak bisa bersikap seenaknya, dan di pihak lain imam pun sama. Keduanya harus saling mendukung karena tujuan utama dari kehidupan bangsa adalah untuk kemuliaan Allah. Oleh sebab itu, bila salah satu pihak baik imam atau pun raja menyimpang, biasanya terjadi masalah yang serius. Maka, secara ideal imam dan pemimpin/ raja harus berjalan berdampingan dan saling memberi keseimbangan. Bila mana, salah satu peran itu mulai menyimpang, sudah semestinya peran yang lain mengingatkan. Bila praktik di masa lalu hal ini terjadi antara imam dan raja, di masa kini kita bisa merefleksikannya dalam peran antara gereja dan negara/ pemerintah. Selain harus bekerja sama, gereja juga harus melengkapi dan saling mendukung, bahkan jika perlu untuk mengritik dan saling mengingatkan.
Pdt. Hizkia Fredo V., S.Si., M.Fil.