(0271) 625546
13 November 2023
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Mengapa Abraham tertunduk dan tertawa setelah mendegar janji Allah tentang keturunan? Karena barang kali janji itu mulai terlihat mustahil, atau Abraham mulai lelah. Ya, lelah, karena siapa saja pasti bisa lelah. Bukan sekedar lelah fisik, namun juga secara spiritual. Sebab tidaklah mudah untuk selalu optimis, atau setidaknya untuk selalu positif dalam memandang masa depan di tengah kompleksitas dan berbagai kesusahan dalam pengalaman.
Nyatanya orang beriman sekalipun, rupanya bisa lelah dan nyaris tak percaya. Sebagaimana terungkap dari Abraham yang seolah menyesalkan mengapa tidak Ismael saja yang dipilih Allah. Namun rencana Allah ya hanya Allah saja yang tahu. Sering kali memang manusia berusaha untuk berkompromi mencari jalan tengah. Memang hal itu tidak melulu salah, karena untuk bersepakat kadang perlu memilih jalan tengah yang paling baik dan mudah bukan? Pasti kita sering melakukannya. Tetapi sepertinya tidak bagi Allah. Bahkan jika kita amati, beberapa kali Allah harus mengulang dalam menyebutkan janjinya. Namun tawa Abraham setidaknya menunjukkan kerapuhan manusia yang ternyata sulit untuk sekedar menerimanya.
Mari coba amati hari-hari ini saja. Meski berulang kali banyak pihak selalu mengatakan tentang optimisme, berapa dari kita yang bisa memahami dan masih percaya pada itu? Di grup-grup chating, obrolan-obrolan tetangga, atau di tongkrongan, sudah banyak yang menyuarakan tentang optimisme, namun berapa banyak yang mengatakan hal yang sebaliknya juga? Beberapa orang mulai merasa malu untuk selalu terlihat optimis, sementara lingkungan kita bersikap sebaliknya. Beberapa orang lain mulai ragu karena juga dianggap munafik ketika terlalu optimis. Atau bahkan kita sendiri juga sudah mulai menertawakan optimisme semacam itu?
Abraham mungkin bisa menjadi cerminan dari situasi kemanusiaan kita. Bahwa tidak disangkal kelelahan fisik dan spiritual itu nyata kita rasakan. Namun, di sisi lain, keteguhan Allah harus menjadi pengingat bagi kita bahwa Ia tidak pernah ingkar. Selemah dan sepesimis apa pun manusia, rupanya Allah sendiri selalu konsisten pada janjinya. Dari teks ini setidaknya kita belajar, bahwa sekalipun kita menertawakan dan bahkan nyaris tidak percaya, Allah tidak berubah dari rencana dan janjiNya.
Pdt. Hizkia Fredo V., S.Si., M.Fil.