(0271) 625546

gkjbaki@gmail.com

Renungan Ibadah

17 Desember 2023

renungan Ibadah, Memurnikan Hati Menyambut Pengharapan, LPP Sinode GKJ dan GKI SW Jateng, gereja kristen jawa, gkj, gkj baki, gereja kristen jawa baki, baki, sukoharjo, gkj klasis sukoharjo, klasis sukoharjo, klasis, sinode gkj, sinode

Memurnikan Hati Menyambut Pengharapan

Bacaan Alkitab :

  • Yesaya 61: 1 - 4, 8 - 11
  • Mazmur 126
  • 1 Tesalonika 5: 16 - 24
  • Yohanes 1: 6 - 8, 19 - 28

Bahan Renungan :

Minggu ke-3 Adven di dalam kalender gerejawi, juga disebut Gaudate yang artinya sukacita, sebab perjalanan menyambut pengharapan dalam Tuhan makin dekat. Namun demikian masih ada Minggu ke-4 yang menunjukkan bahwa masa Adven bagaikan sebuah perjalanan yang belum nampak tujuannya dan perlu terus dikerjakan. Mungkin di dalam perjalanan itu kita menghadapi pergumulan berat, dan pengharapan yang belum terpenuhi.

Adven Minggu ke-3 adalah Minggu Gaudete atau Minggu sukacita. Tetapi bagaimana bila kita sedang dalam keadaan yang berat dan tidak nampak tanda-tanda perbaikan. Misalnya sakit parah bukannya membaik malah makin parah padahal sudah menghabiskan biaya perawatan yang banyak. Misalnya relasi dalam rumah tangga terganggu karena kekecewaan, situasinya tidak nampak membaik malah saling curiga. Kondisi perekonomian tidak membaik malah beban semakin bertambah.

Mungkinkah kita menghayati keadaan seperti ini dengan sukacita?

Dalam Mazmur 126 tema sukacita dirangkai menjadi pengharapan keadaan prihatin. Petani yang menangis saat menabur benih berharap akan panen dengan sukacita karena hasilnya baik dan melimpah. Tidak ada jaminan hasilnya pasti baik, tapi tetap menabur karena ada pengharapan. Mazmur adalah nyanyian doa dalam kesadaran bahwa memang umat membutuhkan pemulihan Allah dalam krisis yang dihadapi. Adven yang menyongsong Natal juga mengingatkan kembali pada harapan akan pemulihan Allah sebab kita akan selalu membutuhkan pemulihan Allah.

Tentu kita tidak bisa bersukacita karena penderitaan, tapi kita bisa bersukacita karena sekalipun menderita namun tetap ada pengharapan. Memang pengharapan memberi kekuatan bagi kita, tapi bisa juga kenyataan yang tidak sesuai dengan pengharapan justru menimbulkan kekecewaan atau mungkin keputusasaan. Bukankah orang yang punya pengharapan sede-mikian besar ketika kenyataan yang dihadapi bertentangan akan lebih besar kekecewaannya dibandingkan orang yang tidak ber-harap apa apa?

Jika kita menghayati pengharapan dengan benar maka pergumulan dan perjuangan yang dijalani dapat memberikan makna dan tidak perlu dikuasai perasaan kecewa dengan keluhkesah. Untuk itu kita perlu menyadari bahwa pengharapan dalam Tuhan membutuhkan hati yang murni untuk mencari kehendak Tuhan. Bisa jadi pengharapan kita sesungguhnya bukan pengharapan dalam Tuhan tetapi pengharapan yang intinya adalah keinginan diri atau bahkan ambisi.

Akan ada perbedaan bagaimana menghayati pengharapan, saat kenyataan yang dihadapi demikian berat dan belum ada tanda-tanda perbaikan. Dalam hati yang mencari kehendak Tuhan, kita akan dimampukan memaknai kenyataan hidup sebagai sebuah proses pemurnian dan menjalaninya dengan sukacita. Tapi bagi yang pengharapannya berdasarkan keinginan diri akan kesulitan merasakan damai sejahtera apalagi sukacita. Maka dalam Minggu Gaudete, Minggu sukacita ini mari kita hayati pemurnian hati kita dari ambisi-ambisi diri. Bahkan dengan memurnikan hati kita dapat dipakai menjadi saksi sehingga hidup kita lebih bermakna.

Adven adalah waktu menunggu datangnya rahmat Allah. Salah satu kemungkinan kesulitan kita melihat rahmat Allah adalah karena kita membatasi diri sebagai objek penerima rahmat Allah, dan belum terpanggil menjadi pemberi/penyampai rahmat Allah. Oleh karenanya kita perlu memurnikan hati dari ambisi diri untuk mencari kehendak Allah dan siap diutus oleh Allah.

Bacaan Injil Minggu ini menampilkan Yohanes sebagai saksi utama bagi Yesus, Sang Mesias. Yesus yang "Pada mulanya adalah Firman, dan bersama-sama dengan Allah, bahkan Firman itu adalah Allah" (Yoh. 1:1-2). Jika melihat cerita Injil Lukas, kita memperoleh wawasan hubungan antara Yohanes dan Yesus yang sangat istimewa bahkan sejak mereka dalam kandungan. (Luk. 1:26-38).

Bagaimana dengan identitas Yohanes? Yoh. 1:6 bersaksi, "seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes." Allah mengutusnya menjadi saksi bagi Yesus, Sang Terang yang datang ke dunia yang gelap, supaya semua orang percaya. Sebenarnya Yohanes sudah lebih dulu terkenal dan berwibawa di depan banyak orang. Namun ketika ditanya tentang identitasnya, Yohanes menegaskan bahwa ia bukanlah Mesias, atau nabi seperti Elia, atau nabi Musa (Yoh. 1:19-21). Sebaliknya, ia mengidentifikasi dirinya "Aku ini suara orang yang berseru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan !" (Yoh. 1:22-23, mengutip Yes. 40:3). Di sini tampak jelas Yohanes memurnikan hatinya dari ambisi pribadinya untuk tampil dihormati dan dikagumi, walaupun sebenarnya Yohanes punya kesempatan untuk tampil memukau orang banyak.

Minggu Ketiga Adven, adalah kesempatan khusus untuk mengidentifikasi peran diri kita, setiap orang beriman yang dipanggil oleh Allah. Seperti Yohanes, Allah mengutus kita untuk berperan dengan kemurnian hati sebagai saksi bagi Yesus Kristus. Itulah pengharapan di dalam Tuhan yang memampukan kita menghadapi pergumulan sebagai proses memurnikan hati menyambut pengharapan.

Surat 1 Tesalonika 5:16-24 menghubungkan pemurnian yang sempurna (oloklēron) dengan kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus (parusia). Dengan keyakinan bahwa "Allah yang memberikan damai sejahtera" akan menjaga "roh dan jiwa dan tubuh" kita. Setiap aspek dari diri kita, yaitu roh, jiwa, dan tubuh, akan dijaga ketulusannya tanpa cela menyambut kedatangan Kristus. Paulus menyebut manusia memiliki tiga aspek: roh, jiwa, dan tubuh. Biasanya Paulus hanya menyebut dua aspek manusia: roh dan tubuh (1 Kor. 5:3,4). Mungkin dalam hal ini ia menekankan semua aspek.

Ada banyak orang yang demikian bersikap rohani tetapi tidak secara nyata melakukan tindakan fisik untuk memperjuangkan harapannya. Ada orang yang demikian berjuang mati-matian secara fisik namun rohnya kering sehingga hidupnya dipenuhi keluhan dan tidak bermakna. Maka Paulus menasihati agar secara utuh kita pun memperhatikan keseimbangan dalam berpengharapan secara realistis, menjaga keseimbangan jiwa dalam syukur. Jiwa kita mesti berserah tapi tidak menyerah karena mampu memaknai setiap kesulitan sebagai sebuah proses pemurnian hati yang bermakna.

Ada dua hal berkaitan dalam pemurnian umat: Pertama, ada kasih Allah yang menjaga kita murni tanpa cela. Pada awal surat, Paulus menyebut orang percaya di Tesalonika sebagai "yang dikasihi Allah" dan "yang dipilih" (1 Tes. 1:4). Kedua, pemurnian adalah tanggung jawab kita untuk sungguh-sungguh berjuang, sebab kedatangan Tuhan (parusia) adalah sekaligus penghakiman Allah.

Tugas kita orang percaya adalah mengarahkan hidup sepenuhnya dalam kemurnian yang Allah tawarkan. Misalnya selalu bersukacita, tekun berdoa, bersyukur dalam segala hal, untuk melakukan yang baik dan menjauhkan diri dari setiap bentuk kejahatan. Itu semua adalah cerminan dari menyambut pengharapan dalam Tuhan. Paulus memastikan bahwa Allah penuh rahmat dan setia. Namun di sisi lain kita perlu menyambut rahmat Allah dengan sukacita dalam kesungguhan dan kemur- nian hati.

kebaktian, kebaktian online, live streaming, gereja kristen jawa, gkj, gkj baki, gereja kristen jawa baki, baki, sukoharjo, gkj klasis sukoharjo, klasis sukoharjo, klasis, sinode gkj, sinode