(0271) 625546
25 Februari 2024
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Bagi banyak orang, lagu opening kartun Doraemon mungkin tidak asing. Doraemon ini adalah karakter kartun animasi Jepang berbentuk robot kucing yang datang dari masa depan. Ia memiliki banyak perlatan canggih yang disimpan di dalam kantong ajaibnya. Sebagaimana lagu openingnya, Doraemon diceritakan bisa mengabulkan semua keinginan dengan berbagai alat canggih dari masa depan. Nobita, sahabat Doraemon memanfaatkan kemampuan Doraemon itu untuk memenuhi segala keinginan dan harapannya sendiri. Nobita kerap memaksa Doraemon melakukan tindakan yang dikehendakinya.
Terciptanya lagu kartun Doraemon ini tampaknya bukan sekadar imajinasi tanpa dasar. Rupanya realitas kehidupan kita juga demikian. Saat kita punya keinginan dan harapan, kita cenderung memaksakan keinginan itu dengan segala cara. Hal yang menjadi masalah adalah kita tidak memiliki Doraemon yang bisa mewujudkan setiap keinginan kita dengan kantong ajaibnya.
Injil Markus 8:31-38 mengisahkan tentang Petrus yang menginginkan hidup berimannya seperti tindakan Nobita pada Doraemon. Karena itu ketika ia mendengar pernyataan Tuhan Yesus bahwa Ia mengajarkan kepada para murid bahwa Ia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah hari ketiga, Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia (ayat 31-32). Bagi Petrus, seorang Mesias tidak mungkin akan mengalami sengsara dan kematian. Pernyataan Petrus itu rupanya tidak selaras dengan perikop sebelumnya. Injil Markus 8:27-30 mengisahkan tentang pengakuan Petrus tentang Yesus sebagai Mesias. Di sini tampak bahwa Petrus bisa mengenali Yesus sebagai Mesias. Namun dalam percakapan selanjutnya, ia dihardik oleh Yesus dan tindakannya disebut sebagai tindakan iblis. Hal ini disebabkan karena Petrus dan Yesus memiliki pikiran dan pemahaman yang berbeda tentang tugas kemesiasan Yesus. Petrus berharap bahwa seorang Mesias akan melawan para penjajah dan membebaskan bangsa Israel. Ia memikirkan Mesias politik yang empunya kuasa dan kemampuan berperang melawan penjajah. Yesus memahami kemesiasan-Nya berbeda dengan Petrus. Ia menggambarkan bahwa Mesias harus menderita dan mati. Melihat tindakan Petrus yang menarik-Nya ke samping dan menegur Dia, Yesus memarahi Petrus dan menegur dia. Apa yang dinginkan oleh Petrus adalah sebatas keinginan manusia. Ia tidak tahu akan apa yang dipikirkan oleh Allah.
Petrus memaksakan cara pandang dan keinginannya tentang Mesias kepada Yesus. Yesus menolak keinginannya. Karena itu bagi setiap orang yang mau mengikut Yesus terdapat prasyarat penting yang harus diikuti. Injil Matius 8:35-35 menyatakan: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” Pernyataan Tuhan Yesus itu mengandung makna demikian: Pertama, mengikut Yesus dan menyangkal diri. Mengikut Yesus dan menyangkal diri berarti kesediaan para pengikut Yesus hidup berpusat pada Dia secara total. Dengan berpusat pada Dia, pengikut Yesus meninggalkan kenyamanan hidup demi Kristus. Hal ini tidak mudah. Banyak orang tidak ingin kehilangan kenyamanannya. Kedua, Memikul Salib. Memikul salib adalah mengikuti jejak yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus dengan menyerahkan hidup bagi Kristus Yesus. Konsekuensi dari memikul salib itu adalah kehilangan nyawa. Dalam hal inilah kita akan diuji terus menerus.
Setiap orang yang ingin mengikut Yesus, menyangkal diri dan memikul salib bersama Dia, dipanggil hidup berdasar pada Iman. Hidup dengan iman haruslah dijalani dalam segala keadaan, bukan sekadar pada masa yang menyenangkan saja. Di sini, kita belajar dari kesaksian dalam kitab Mazmur 22. Mazmur 22 merupakan salah satu mazmur yang paling populer bagi jemaat. Di dalamnya banyak menampilkan ratapan dan seruan pertolongan kepada Tuhan. Pada Mazmur ini terdapat kalimat yang disampaikan oleh Yesus ketika Ia disalib (Mat. 27: 46).
Marie Claire Barth dan B.A. Pareira (penulis tafsir Mazmur) menyampaikan bahwa dari analisis unsur-unsur dalam Mazmur 22 didapat bahwa Mazmur ini terdiri dari dua bagian besar yaitu: Pertama, suatu doa permohonan, ditulis pada ayat 2-23. Kedua, suatu madah dan syukur, ayat 24-32. Mazmur 22 menampilkan dua hal yang tampaknya saling bertolak belakang, yakni: ratapan, pertanyaan, dan seruan minta tolong kepada Tuhan dengan puji-pujian di saat yang bersamaan. Jika kita mencoba mengaitkan kedua hal itu dan mencoba memahami cara pemazmur pasal berefleksi pada ini ini, kita menemukan bagaimana pemazmur meyakini Allah. Saat menghadapi berbagai penderitaan, terkesan pemazmur merasa seolah Tuhan meninggalkan dirinya, namun di sisi lain ia merasakan penyertaan Allah. Maka dari itu ia tidak kehilangan keyakinan dan imannya kepada Tuhan yang akan menolong dirinya. Iman kepercayaan itulah yang membuatnya ingin terus memuji Tuhan sekalipun ia merasa pada saat itu ia ditinggal oleh Tuhan.
Selain dari pemazmur, kita bisa belajar pula dari Abraham. Ia percaya pada janji Allah sekalipun janji itu terdengar mustahil. Menurut logika manusia, Abraham dan Sara yang sudah berusia lanjut tidak mungkin bisa memiliki keturunan. Namun karena iman, mereka tetap berjalan dan mengikuti kehendak Allah. Dari kesaksian dan pengalaman Abraham ini kita semakin diteguhkan bahwa mengikut Allah adalah tentang beriman dan percaya kepada setiap rancangan yang ditetapkan oleh Allah.
Iman Abraham menghasilkan upah yang bukan hanya bagi dirinya sendiri melainkan bagi seluruh kehidupan. Semua terjadi karena ia menerima janji Allah. Atas dasar pemahaman itu, Rasul Paulus mengatakan bahwa setiap orang percaya pada saat ini diajak untuk memiliki iman kepada Allah. Bagi Rasul Paulus mengikut Allah dan percaya kepada-Nya, bukan sekadar mengikuti peraturan Taurat. Mengikut Yesus berarti sungguh- sungguh menyerahkan diri dan menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, sekarang kita akan melihat kembali pada kehidupan kita masing-masing. Bagaimana cara kita beriman kepada Allah? Apakah kita sungguh bersedia untuk meninggalkan setiap keinginan kemanusiaan kita dan percaya sepenuhnya pada rancangan Allah? Maukah kita untuk terus percaya dan beriman kepada Allah sekalipun berhadapan dengan kesulitan yang berat?
Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untk tidak memandang Allah seperti Doraemon yang bisa kita paksa untuk memenuhi setiap keinginan kita. Ketika kita ingin hidup berdasar pada Iman, kita mendapat anugerah dari Allah dan dipanggil untuk mengosongkan diri dan menggantinya dengan hidup berdasar kehendak Allah. Amin!