(0271) 625546
03 Maret 2024
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Bagi orang Israel, Bait Allah di Yerusalem yang dibangun raja Salomo dan yang beberapa kali mengalami kehancuran akibat perang dan kemudian dibangun kembali, bukanlah sekadar bangunan biasa tetapi ia adalah tempat yang sangat penting, sakral dan istimewa. Ada beberapa hal yang membuat bait Allah itu menjadi penting. Pertama, Bait Allah adalah simbol kehadiran Allah bagi orang Israel, karena di bait-Nya yang Kudus, Allah bersemayam. Kedua, Bait Allah adalah tempat dan pusat ritual ibadah dilaksanakan. Di bait Allah, Ibadah dilayankan, persembahan diberikan, doa dipanjatkan, Ketiga, bait Allah adalah pusat pengajaran. Di Bait Allah, para imam dan pengajar-pengajar lainnya mengajar hukum-hukum Allah kepada umat Israel. Bait Allah menjadi tempat di mana umat Israel belajar tentang kehendak Allah dan cara hidup yang benar menurut hukum Allah. yang ke-empat, bagi orang Israel, bait Allah bukan hanya tempat peribadahan tetapi juga memiliki makna politik dan nasionalisme. Di bait Allah simbol persatuan dan identitas bangsa digaungkan. Dengan melihat hal ini, kita dapat mengetahui bahwa bait Allah bagi orang Israel merupakan hal penting dan sentral dalam kehidupan mereka.
Konteks waktu dalam bacaan Injil disebutkan: “ketika menjelang hari raya Paskah orang Yahudi”. Hari Paskah selalu disambut dengan kemeriahan dan kegembiraan. Pada saat itu, mereka mengenang karya dan tindakan Tuhan yang membebaskan mereka dari tanah perbudakan. Karena itu, kita bisa membayangkan suasana kemeriahan dan kegembiraan yang terjadi pada orang-orang Yahudi dalam mempersiapkan perayaan Paskah. Kemeriahan itu tampak juga di sekitar bait Allah yang penuh dengan para pedagang. Itulah yang disaksikan Tuhan Yesus ketika Ia tiba di bait Allah. Bait Allah penuh dengan para pedagang yang melakukan berbagai transaksi.
Melihat kenyataan ini, Yesus marah dan bagaikan petugas penjaga ketertiban masyarakat, Ia mengusir para pedagang yang telah menjadikan bait Allah atau “rumah Bapa- Nya” menjadi tempat berjualan” (ayat 16). Kemarahan Yesus ini membuat orang-orang yang merasa dirugikan secara materi memprotes tindakan keras Yesus. Mereka mempertanyakan otoritas-Nya sehingga melarang mereka berjualan di sekitar bait Allah. Jawaban Yesus atas pertanyaan orang-orang Yahudi ini menjelaskan kepada kita apa sesungguhnya makna di balik peristiwa penyucian bait Allah ini?
Pertama, Tuhan Yesus hendak mengatakan bahwa Dialah Bait Allah yang sesungguhnya. Di dalam Dia kehadiran Allah nyata. Dengan pemahaman ini, kita melihat bahwa kehadiran Allah di tengah umat-Nya, tidak lagi berupa bangunan. Bait Allah itu adalah Pribadi yang hidup, yakni Yesus Kristus. Inilah identitas yang hendak ditampilkan oleh penulis Injil Yohanes tentang Yesus. Sebagai Bait Allah Yesus adalah pusat ibadah dan kehidupan umat Allah. Identitas Allah sebagaimana yang terdapat dalam bacaan pertama menjadi jelas. Ia adalah Allah pembebas dan kita umat yang sudah dibebaskan- Nya, sehingga menjadi orang merdeka. Kita dibebaskan dan dimerdekakan dari dosa melalui penderitaan dan kebangkitan- Nya.
Kedua, dalam penglihatan Yesus, orang banyak telah menjadikan Bait Allah yang di Yerusalem menjadi “tempat berjualan” yang sarat dengan manipulasi (ayat 16). Dalam manipulasi tidak ada cinta kasih. Belajar dari ajaran Yesus, para murid memahami bahwa rumah Allah atau bait Allah harus dihidupi dengan cinta kasih. Para murid mengingat perkataan Tuhan Yesus “cinta untuk rumah-Mu akan menghanguskan Aku” (Yoh.2:17). Perkataan itu disampaikan Tuhan Yesus saat menyampaikan bahwa Ia akan merombak Bait Allah dan akan membangunnya kembali dalam tiga hari. Pernyataan Yesus itu digenapi melalui kebangkitan-Nya dari antara orang mati pada hari ke-tiga. Jika Bait Allah dihidupi dengan cinta kasih, suasana dan keadaan yang akan dirasakan adalah kehidupan persekutuan yang indah dan sejahtera. Namun ketika bait Allah dijadikan “tempat berjualan” yang manipulatif, suasana yang dialami adalah berbagai pementingan diri. Yesus sebagai Bait Allah yang sejati, tidak mencari keuntungan bagi diri-Nya sendiri. Ia tidak berhitung untung rugi dalam menolong dan mengasihi manusia. Ia mau menjalani penderitaan dan kesengsaraan agar setiap orang yang dikasihi-Nya memperoleh hidup yang damai dan sejahtera.
Bila Yesus Kristus adalah bait Allah yang sejati, maka kita perlu merenungkan siapa kita?
Untuk menjawab siapa kita, saya mau bertanya bila Anda
mendengar kata “Gereja”, apa yang segera terlintas dalam benak saudara? Sangat mungkin yang muncul dalam pikiran kita adalah gedung dengan menaranya yang tinggi ditambah dengan salib sebagai simbol bahwa ia bukan gedung biasa tetapi sebuah gedung tempat orang Kristen beribadah. Memang, gambaran kita bahwa gereja itu adalah gedungnya, sangat kuat dalam benak kita. Hal ini tergambar dalam ungkapan kita yang berkata: “saya mau pergi ke gereja”. “Alamat gerejamu di mana?” dan sebagainya. Bila kita memahami bahwa gereja itu gedung atau bangunannya, maka itu bukan pemahaman yang tepat. Pemahaman yang tepat tentang apa atau siapa itu gereja, ditulis dengan sederhana dan baik dalam nyanyian Kidung Jemaat 257. Secara lengkap, nyanyian itu berkata demikian tentang gereja:
Gereja bukanlah gedungnya
dan bukan pula menaranya
Bukalah pintunya, lihat di dalamnya Gereja adalah orangnya.
Itulah sesungguhnya gereja! Gereja adalah orangnya, baik sendiri atau bersama-sama dalam persekutuan. Sedangkan gedung gereja adalah tempat orang percaya bersekutu, melakukan berbagai pelayanan, kesaksian dan sebagainya.
Sebagai gereja, jadikanlah Yesus Kristus sebagai pusat ibadah dan pusat kehidupan kita. Ia menjadi pusat karena Ia adalah Allah kita atau Bait Allah yang sejati. Menjadikan Allah di dalam Yesus sebagai pusat hidup akan menjamin kehidupan yang penuh dengan damai sejahtera Allah.
Sebagai persekutuan, mari kita hidupi kehidupan bersama yang penuh dengan cinta kasih Kristus. Persekutuan kita bukan persekutuan dipenuhi perhitungan untung-rugi dan pementingan diri semata. Kristus telah memberikan kepada kita teladan hidup bahwa cinta kasih-Nya yang besar dan tulus telah membawa diri-Nya menjadi kurban untuk keselamatan kita.
Dalam konteks Indonesia, kita sudah menyelesaikan pemilihan umum. Kita telah memilih wakil kita di legislatif. Kita juga sudah memilih Presiden dan wakil presiden. Sangat mungkin, ada perasaan yang tidak nyaman karena yang kita pilih tidak menang sebaliknya, ada juga di antara kita yang bahagia karena pilihan kita menang. Namun saat ini, pesta demokrasi sudah selesai. Dan kita yang berbeda pilihan bersama dan bersatu lagi dalam persekutuan yang diikat oleh cinta kasih Kristus.
Semoga di momen Pra Paskah ini kita diingat dan didorong untuk menjadikan Kristus sebagai pusat kehidupan kita. Dalam persekutuan dan ibadah bersama, kita ingin melihat Kristus dijadikan sebagai fokus utama. Karya penebusan Kristus tidak diabaikan dalam setiap elemen ibadah dan kehidupan sehari-hari. Kita rindu supaya di mana pun dan kapan pun kita berada, kita selalu memberikan diri sebagai persembahan yang hidup bagi Kristus.