(0271) 625546
10 Maret 2024
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Dalam kesempatan ini kita akan bersama merenungi tema besar kita adalah “Pendosa Menjadi Pendoa”. Kurang lebih 6 tahun silam, mulai terekspose seorang pendeta yang bernama Agus Sutikno di media sosial. Beliau adalah seorang pria kelahiran Probolinggo 17 Agustus 1975. Beliau diberi julukan sebagai street preacher, di mana pengabdian diri di lingkungan kumuh wilayah Banjir Kanal Timur Kota Semarang. Dari tampilannya, beliau adalah seorang Pendeta yang identik dengan tato di sekujur tubuh, namun tampilan itu tidak menakutkan karena hidupnya dipenuhi semangat kepedulian.
Agus Sutikno mengaku sebelum menjadi seorang pendeta, dirinya termasuk orang yang tak mengenal Tuhan. Hidupnya hanya diwarnai dengan kesenangan pribadi, yang akhirnya membawa kepada titik keterpurukan diri. Bisa dikatakan hidupnya dipenuhi dengan dosa-dosa dunia. Akan tetapi pada titik terendah dalam hidupnya, dia merasakan bagaimana Tuhan merengkuh dirinya dan membalut batin yang hancur. Kesadaran itulah yang membawa respon dirinya untuk memasuki pada panggilan untuk melayani sesama, khususnya para kaum yang termajinalkan. Dan dibuktikan dengan mendirikan yayasan Hati Bagi Bangsa.
Melalui sedikit gambaran perjalanan Pdt. Agus Sutikno ini kita mengambil pelajaran penting, bagaimana kehidupan harus diperjuangkan. Perjuangan tersebut dilandaskan akan panggilan Tuhan. Cinta yang diberikan Tuhan, perlu kita tangkap sebagai panggilan perubahan menuju kesempurnaan.
Paulus menegaskan, bahwa orang yang hidup dalam kungkungan dosa, maka penderitaan akan menjadi warna atau buah dari kehidupannya. Kecenderungan yang muncul adalah tidaklah peka orang tersebut terhadap kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Namun oleh karena belas kasih dari Tuhan, manusia diselamatkan. Kepada jemaat di Efesus, Paulus mengatakan: “Oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu diselamatkan”. Keselamatan adalah karunia Allah, bukan karena kemampuan manusia untuk mengusahakan dan mendapatkannya.
Berita Alkitab yang menyatakan bahwa Allah menyatakan kasih karunia itu juga kita temukan dalam bacaan- bacaan kita hari ini. Kitab Bilangan 21:4-9 menceritakan cara Allah menyelamatkan orang-orang Israel yang menderita dan mati karena dipagut ular. Ular-ular itu disuruh oleh Tuhan untuk memagut mereka karena dosa dan pemberontakan mereka. Mereka melawan Allah dan Musa. Semua pertolongan dan pemeliharaan Tuhan yang sudah membebaskan dari perbudakan Mesir diremehkan. Tuhan yang memelihara hidup dengan memberikan manna dan kecukupan lainnya diabaikan. Mereka menuduh Musa hendak mencelakakan mereka. Mereka benar- benar tidak tahu berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan, bahkan seolah “meniadakan’ Tuhan yang sudah sangat nyata memelihara kehidupannya. Dosa bangsa Israel berakibat fatal yakni hukuman Allah melalui pagutan ular yang mematikan. Dalam keadaan tersiksa itu orang-orang Israel meminta agar Musa berdoa kepada Tuhan, memohon ampunan dan belas kasih.
Musa berdoa kepada Allah dan Ia mengingatkan mereka agar senantiasa berserah kepada Allah. Kuasa Allah itu disimbolkan melalui ular tembaga yang dipasang oleh Musa. Bagi umat yang dipagut ular dan memandang ular tedung akan tetap hidup. Di ini, yang punya kuasa bukanlah patung ular itu melainkan Allah.
Kasih dan kuasa Allah kita alami dan rasakan dalam Tuhan Yesus Kristus. Bila orang Israel menjadi sembuh karena memandang patung ular tembaga, maka dunia mengalami pemulihan Allah ketika mau memandang Yesus, memandang Anak Allah yang menyatakan anugerah keselamatan. Injil Yohanes 3:14-15 mengatakan: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal”. Tuhan Yesus dimuliakan karena pengorbanan-Nya bagi dunia. Melalui salib, kita memandang kemuliaan Allah yang semula tidak dapat kita lakukan. Di sini kita menemukan dengan jelas bahwa oleh kasih karunia kamu diselamatkan!
Oleh karena kasih karunia itu kita diselamatkan. Tidak ada kata lain selain mengubah cara hidup. Mengubah kehidupan dari pendosa menjadi pendoa. Jika pendosa hidup dengan mengikuti kehendak hati sendiri, menjadi pendoa berarti hidup dalam ketaatan kepada Allah. Kita dapat meneladani umat yang tadinya berdosa, lalu sadar akan dosanya dan berdoa pada Allah seperti dalam Bilangan 21:17: “Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami”. Kesadaran diri menjadikan umat memahami bahwa tanpa Allah umat bukanlah siapa-siapa.
Timothy Keller dalam buku Prayer mengatakan: dalam doa kita mengalami kekaguman dan keintiman bersama Allah. Keller menegaskan bahwa Doa adalah tentang kekaguman dan keintiman; tentang sebuah percakapan dan perjumpaan dengan Allah. Melalui doa, umat Allah tidak sekadar memahami siapa Allah itu, namun juga menemukan siapa dirinya.
Buah dari doa adalah tindakan aktif yang sesuai kehendak Allah. Akibatnya, kemuliaan Allah itu akan kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari karena kita mau hidup dalam ketaatan kepada-Nya. Ketaatan itu menjadikan setiap orang yang hidupnya diubah oleh Tuhan menjalani hidup sebagaimana dikatakan Rasul Paulus dalam Efesus 2: 9-10: “Jangan ada orang yang memegahkan diri, Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.
Tuhan tidak menutup mata kepada mereka yang menyadari hidupnya masih dalam kungkungan dosa. Justru Tuhan memanggil mereka yang menyadari butuh diselamatkan dari cengkeraman dosa, serta bersedia mengikuti jalan-Nya. Dari jalan itu Tuhan mengajak setiap orang turut bersama-Nya menebarkan cinta kepada ciptaan-Nya yang ada di dunia ini. Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan cara mendoakan mereka dalam doa-doa kita. Kiranya Tuhan menuntun dalam setiap peziarahan hidup kita. Amin