(0271) 625546
17 Juli 2023
Bacaan Alkitab :
Bahan Renungan :
Simon, orang sakti yang dipertobatkan oleh Filipus tampaknya salah mengerti tentang cara kerja para rasul. Dari bacaan kita kali ini, kita dapat melihat bagaimana ia seolah ingin “membeli” sebuah anugerah dari para rasul yang mampu mencurahkan Roh Kudus. Dan betapa marahnya Petrus lalu menegurnya dengan menyebut tindakan Simon itu sebagai kejahatan. Sekilas memang wajar bila Simon bersalah ketika mengira bahwa ia bisa membeli karunia Roh Kudus dengan uang. Namun mengapa niat Simon itu disebut sebagai kejahatan, sehingga Petrus mengutuknya?
Petrus menyebut kejahatan itu dengan kata Kakia, yang berarti sebagai kejahatan dengan nuansa sikap yang berniat untuk mencederai, melanggar atau menyimpang dari yang seharusnya. Dalam hal ini, kejahatan yang dimaksud Petrus adalah sikap yang berbahaya, karena Simon memiliki hati yang tidak lurus, atau bisa dibaca sebagai niat yang menyimpang dari kehendak Allah. Dari hal inilah kemudian dapat kita pahami, sebuah karunia atau anugerah Roh Kudus pun rupanya tidak bisa diterima oleh sembarang orang. Karena jelas, bahwa karunia itu selalu dibarengi dengan kelayakan seseorang untuk mengemban sebuah tanggung jawab atas talenta dan kuasa yang Tuhan berikan.
Maka tidaklah mengherankan bila niat untuk menyimpang saja merupakan sebuah kejahatan, karena bila seseorang tidak dapat bertanggung jawab atas kuasa yang dimilikinya, bisa saja muncul cenderungan untuk menyalah gunakannya. Niat itu mungkin lumrah bagi sosok Simon, yang semula adalah orang yang penting di Samaria karena ia dikenal sebagai orang sakti. Bukan tidak mungkin ia sendiri masih menginginkan untuk meraih wibawa dan kuasa itu kembali. Dan kita tahu, bahwa jelas motivasi Simon salah kaprah.
Kuasa-karunia dan tanggung jawab memang tidak terpisahkan. Kita dapat melihat hal itu dari sosok Stefanus, Filipus, dan utamanya para rasul yang tidak sembarangan dalam melakukan tugasnya. Mereka adalah orang-orang yang tahu betul kapasitas dan pekerjaan yang harus dilakukannya, termasuk sadar akan konsekuensi dan resiko tindakannya. Dengan tidak menonjolkan diri, mereka saling melengkapi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, sebagai bentuk bersehati dalam visi utama untuk mengabarkan Injil Kristus.
Demikian jika tidak sembarang orang bisa menerima karunia oleh karena kerentanan untuk menyimpang dari tanggung jawab, ada pertanyaan yang berlaku bagi kita orang-orang yang sudah menerima karunia; sudahkah kita bertanggung jawab atas karunia yang kita terima?
Pdt. Hizkia Fredo V., S.Si., M.Fil.